Tentang IPKI
27 Desember 1949, Kemerdekaan Indonesia diakui kedaulatannya oleh pihak Belanda, melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Bung Hatta. Dengan begitu Pemerintah Indonesia menjadi Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS); karena pada saat itu pihak Belanda telah membentuk negara-negara bonekanya atau BFO (*), Negara Pasundan, Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur dan lain-lain. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia yang melakukan Proklamasi 17 Agustus 1945, juga menjadi negara bagian bersama-sama negara bagian boneka Belanda tersebut. Presiden Soekarno dan para pejuang Kemerdekaan dan ABRI tidak setuju, namun kenyataan tersebut harus diterima.
(*) BFO = Bijeenkomst voor Federaal Overleg, adalah negara boneka yang dibentuk oleh Belanda di Indonesia, setelah Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dalam usahanya mendirikan negara RIS.
Pada perayaan HUT Ke-5 RI 17 Agustus 1950. Bung Karno dalam Pidato Kenegaraannya di Istana Merdeka menyatakan kembali dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan negara-negara bagian tersebut berfungsi menyatu dalam satu kesatuan Negara Republik Indonesia, hanya saja konstitusinya yang dipakai UUDS (1950-1959), meskipun Pancasila tetap dinyatakan sebagai ideologi bangsa dan negara.
Dalam UUDS ini sistem pemerintahannya menggunakan sistem Kabinet Parlementer, dengan multi partai, bukan Kabinet Presidensial sebagaimana dalam UUD 1945. Dalam suasana tersebut partai-partai berjuang dengan hanya mendahulukan kepentingan golongannya saja, sehingga terjadilah Kabinet jatuh bangun yang usianya hanya terhitung bulanan, dan tidak ada satu kabinet pun yang dapat mewujudkan program-programnya.
Kabinet NATSIR 7-9-1950 sampai 27-4-1951
Kabinet SUKIMAN 27-4-1951 sampai 23-2-1952
Kabinet WILOPO 23-2-1952 sampai 3-6-1953
Kabinet ALI-WONGSO 1-8-1953 sampai 27-7-1955
Sementara itu, TNI-ABRI dan para pejuang kemerdekaan semakin jauh dari pada Pemerintahan, karena harus menumpas pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di awal pemerintahan tersebut yang sengaja dibentuk oleh pihak Belanda sebagai bom waktu; pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten KNIL Westerling di Bandung (23 Januari 1950); pemberontakan Andi Aziz di Makasar/Ujung Pandang (5 April 1950); pemberontakan RMS di Ambon (25 Mei 1950); dan lain sebagainya. Disamping TNI-ABRI masih harus menghadapi persoalan di dalam tubuhnya sendiri, yaitu Rasionalisasi dan Reorganisasi ABRI (baca: APRI).
Dalam rangka melaksanakan UUDS 1950, pada tanggal 4 April 1953, pemerintah mengundangkan Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum. Dengan adanya UU tersebut, maka terbukalah peluang bagi para pejuang, pembela, pendukung kemerdekaan Proklamasi 17 Agustus 1945, yang masih aktif dalam Tentara (APRI), dalam Pemerintahan, maupun dalam masyarakat yang bukan anggota partai politik, untuk turut dalam menentukan haluan negara, melalui Pemilu tahun 1955.
Yang menjadi motivasi dasar dan tekad perjuangan dari para pejuang, para pembela, para pendukung kemerdekaan tersebut dalam Bab III diatas adalah untuk membela dan mempertahankan tetap tegaknya berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, tetap membela dan mempertahankan kemurnian Pancasila dan UUD 1945 dengan segala konsekuensinya.
Dengan didorong oleh keadaan serta suasana perkembangan perjuangan kemerdekaan yang tidak menentu, timbulnya berbagai instabilitas di dalam negeri, baik di bidang kehidupan politik pemerintahan, maupun berbagai pemberontakan di daerah-daerah, dan terbukanya peluang untuk secara langsung turut serta dalam menentukan haluan negara melalui pemilihan umum, yang telah diundangkan dengan UU No. 7 Tahun 1953, peluang dimaksud lebih nyata karena berdasarkan undang-undang tentang Pemilu tersebut, anggota-anggota TNI-ABRI yang masih aktif dapat turut serta dalam Pemilu.
Maka, oleh para tokoh pejuang kemerdekaan yang berada dalam jajaran TNI-ABRI diambil pemrakarsa untuk mewujudkan tekad perjuangannya secara nyata dan mantap dengan mempersiapkan para pejuang kemerdekaan yang masih dalam jajaran TNI-ABRI maupun di Pemerintahan dan masyarakat umum yang bukan anggota partai politik, untuk turut serta dalam Pemilu 1955 sebagai pemilih, dengan membentuk wadah perjuangan “Kumpulan Pemilih”. Para tokoh pejuang kemerdekaan sebagai pemrakarsa dalam pembentukan wadah perjuangan untuk terjun dalam kiprah Pemilu di antaranya adalah:
KOLONEL A.H. NASUTION,
KOLONEL GATOT SUBROTO,
KOLONEL DR. AZIS SALEH,
LETKOL. DAENG MOH. ARDIWINATA,
LETKOL. SUTOKO,
MAYOR LUKAS KUSTARYO,
MAYOR KATAMSI SUTISNASANJAYA,
MAYOR ACHMAD SUKARMADI JAYA, dan lain-lain.
Untuk mewujudkan tekad perjuangan melalui keikutsertaan dalam PEMILU tahun 1955, perlu dibentuk wadah perjuangan dalam pertemuannya antara para pemrakarsa (tersebut V), pada tanggal 20 Mei 1954 dibentuklah wadah perjuangan dengan nama “IKATAN PENDUKUNG KEMERDEKAAN INDONESIA” disingkat (IP-KI) sebagai “Kumpulan Pemilih”, NON-PARTAI, dan berasaskan PANCASILA dan UUD 1945.
Pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, untuk memilih anggota-anggota DPR RI sebanyak 214 kursi, di mana IP-KI mendapat 5 (lima) kursi, dan untuk memilih anggota Dewan Konstituante, di mana IP-KI mendapat 8 (delapan) kursi. Setelah mengikuti Pemilu 1955, IP-KI menjadi organisasi massa yang berpolitik pada tahun 1956. Dengan keluarnya Penetapan Presiden RI No. 7 Tahun 1959, dan kemudian Peraturan Presiden RI No. 13 Tahun 1960 tentang penyederhanaan partai politik, IP-KI dituntut menjadi partai politik, dalam tetap mengawal pelaksanaan cita-cita Pembukaan UUD 1945.
Dengan Keputusan Presiden RI (Keppres) No. 128 Tahun 1961, IP-KI resmi menjadi partai politik, tepatnya sejak tanggal 14 April 1961. Kedudukan IP-KI sebagai partai politik terus berlangsung hingga memasuki era Orde Baru (ORBA) setelah peristiwa G30S/PKI 1965. Setelah Pemilu tahun 1971, dalam rangka memperbaharui kehidupan politik dan penyederhanaan jumlah partai politik. Partai politik yang ada, yakni NU, PARMUSI, PSII, PERTI, PNI, IP-KI, MURBA, Partai KATOLIK dan PARKINDO) harus berfusi. Di dalam kebijakan fusi ini, IP-KI dituntut untuk berfusi bersama PNI, MURBA, Partai KATOLIK dan PARKINDO menjadi satu partai, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Kebijakan fusi partai tersebut kemudian dikukuhkan oleh Pemerintah melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, yang diperbaharui dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1985.
Semenjak fusi tersebut, maka IP-KI dalam kedudukannya sebagai partai politik secara resmi berakhir. Namun, eksponen-eksponen IP-KI masing-masing dalam profesi maupun kegiatan lingkungan-lingkungannya tetap konsisten dan konsekuen mengembangkan serta memperjuangkan misi perjuangannya atas dasar JATI DIRI IP-KI.
IP-KI sebagai wadah perjuangan para pendukung, para pembela serta para penegak dan pengisi kemerdekaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, telah tumbuh dan berkembang mengikuti lika-liku perjuangan yang sarat dengan tantangan dan hambatan, di samping keberhasilan-keberhasilan.
Mensyukuri masa-masa lalu, kini dengan kebangkitan kembali melalui Kongresnya yang ke-VI tahun 1994, keluarga besar IP-KI telah bertekad untuk KEMBALI KE JATI DIRI, serta mengembangkan kemitraan-kemitraan, Kemitraan Strategis dengan ABRI,Kemitraan Korektif Konstruktif dengan Pemerintah dan Kemitraan Politik dengan Organisasi Kekuatan Politik (ORSOSPOL) yang disahkan Pemerintah. Keberadaan IP-KI semenjak Kongres ke-VI tahun 1994, adalah sebagai Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), dengan melandaskan legalitasnya pada UU No. 8 Tahun 1985 tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN. ORMAS adalah NON-PARTAI, Independen, Non-Afiliasi, Non-Politik Praktis, dan Terbuka. Namun, anggota IP-KI adalah warga negara Indonesia yang memiliki kedaulatan (kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat) UUD 1945 pasal 1 ayat (2). Saat ini telah dilakukan penguatan pengesahan melalui Keputusan menteri hukum dan HAM RI tentang pengesahan pendirian perkumpulan IKATAN PENDUKUNG KEMERDEKAAN INDONESIA (IP-KI) dengan nomor Surat Keputusan AHU-0008507.AH.01.07.Tahun 2023.
Teruskan Perjuangan, Mengisi Kemerdekaan, dengan Pembangunan yang Tiada Tanpa Tantangan, Tiada Tanpa Pengorbanan, dan Tiada Mengenal Akhir. Semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian, dalam kita melanjutkan pengabdian kepada nusa, bangsa, dan tanah air Indonesia tercinta ini. Amin.
“SEKALI LAYAR TERKEMBANG, SURUT KITA BERPANTANG”
Misi IPKI
Mempertahankan kedaulatan dan kesatuan RI, menjaga kemurnian Pancasila dan UUD 1945, menguatkan identitasnya dan memperkuat kemitraan dalam masyarakat.
- Memperjuangkan Kedaulatan dan Kesatuan Republik Indonesia
- Mempertahankan Kemurnian Pancasila dan UUD 1945
- Mengawal Proses Demokrasi
- Berkembang dan Beradaptasi
- Kembali ke Jati Diri